Kamis, 11 Juli 2013

Leave a Comment

Perda Parkir Berlangganan di Ngawi Merugikan Konsumen

Peraturan Daerah (Perda) Nomor 23 Tahun 2011 tentang retribusi parkir berlangganan dituding merugikan konsumen. Pasalnya, pemilik kendaraan masih harus membayar ke petugas parkir. Padahal, setiap memperpanjang pajak kendaraan bermotor mereka dipungut Rp 15 ribu ribu untuk sepeda motor dan Rp 30 ribu untuk kendaraan roda empat. ‘’Fraksi PAN melihat adanya tumpang tindih,’’ terang Agus Wiyono, ketua FPAN DPRD Ngawi, kemarin (28/6).

Dijelaskan Agus, petugas parkir masih dikenai target retribusi setiap hari. Sehingga mereka tidak mampu menolak pembayaran dari pemilik kendaraan meski sudah mendapat honor perbulan antara Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu.

Karena itu, pihaknya mengusulkan agar Perda Nomor 23 Tahun 2011 tentang retribusi parkir berlangganan itu dievaluasi atau direvisi. ‘’Jelas ini terjadi dobel pembayaran dan dobel anggaran. Agar itu tidak terjadi, harus ditertibkan,’’ tegasnya.

Menurut Agus, adanya pemasukan ‘’dua pintu’’ itu juga berpotensi terjadi penyimpangan. Baik di tingkat hulu maupun hilir. Itu mengingat pendapatan daerah yang dilaporkan berdasarkan penerimaan retribusi dari samsat setempat. Sedangkan ongkos parkir dari pemilik kendaraan ke petugas parkir tidak masuk dalam pelaporan. ‘’Ada indikasi melegalkan pungutan liar, karena sesuai perda pungutan hanya satu pintu melalui samsat,’’ paparnya.

Kondisi tersebut, menurutnya, sudah memenuhi ketidaklayakan perda. Sebab, fungsi perda untuk melindungi konsumen dinilai gagal. Pihaknya mengaku sudah membahas usulan revisi perda itu di internal komisinya. ‘’Tinggal menungu kesiapan teman-teman anggota dewan,’’ ungkapnya.

Maryoto, ketua Komisi I DPRD Ngawi, tidak menampik jika diinternal komisinya ada wacana dan usulan agar perda tersebut direvisi. Pihaknya mengaku mempertimbangkan masukan tersebut dan siap menyampaikan ke banmus. ‘’Harusnya gratis bagi kendaraan yang sudah membayar parkir berlangganan, khusus plat AE Ngawi, tapi realitanya semuanya di-gebyah uyah,’’ ucapnya.

Maryoto menyatakan perda tersebut tidak lagi efekti hingga layak dilakukan evaluasi dan revisi. Namun sebelum melangkah lebih jauh, pihaknya meminta eksekutif dan legislatif sama-sama melakukan evaluasi hingga opsi yang kelak diambil tidak merugikan dan membuat PAD parkir menguap. Dia menyebut potensi pendapatan parkir berlangganan di tepi jalan umum mencapai Rp 3,5 miliar lebih. ‘’’Potensinya besar, tapi memang perlu dievaluasi. Apakah perdanya atau praktiknya di lapangan yang diubah akan kita kaji,’’ ujarnya. Radarmadiun
Admin
Terimakasih sudah berkunjung semoga tulisan yang ada di website ini bisa bermanfaat, komentar anda sangat kami harapkan.

0 komentar:

Posting Komentar