Kamis, 06 Juni 2013

Leave a Comment

PERDA Ngawi; Cegah Politik Uang

PERDA Ngawi; Cegah Politik Uang. Tiga ayat dalam perda yang dinilai kalangan dewan tidak up to date alias usang itu tidak menyalahi aturan. Mantan anggota pansus tidak terima dengan tudingan perda pilkades yang sudah kedaluwarsa.

Maryoto, salah seorang mantan anggota pansus Perda Nomor 9 Tahun 2006 tersebut, menyatakan tiga ayat dalam pasal 7 perda itu bermuara pada upaya melindungi demokrasi dari money politics dan intrik politik dalam pilkades. ‘’Kami tidak ingin ada orang luar yang ujug-ujug daftar (cakades) dan merusak demokrasi dengan politik uang,’’ ujarnya kemarin (4/6).

Dijelaskan, syarat domisili minimal satu tahun dan ber-KTP desa tersebut, mengundurkan diri bagi istri atau suami perangkat desa yang macung kades serta anggota TNI/Polri harus mundur, merupakan wujud kearifan lokal. Pun tidak disebutkan dan dijelaskan dalam peraturan pemerintah (PP) atau undang-undang di atasnya.

‘’Saat itu kami berfikir antisipatif, jangan sampai desa A pindah ke desa B dan menimbulkan keresahan di masyarakat bawah. Mareka (calon luar, Red) enak, nggak terpilih bisa langsung pulang ke kampung halamannya, sedangkan masalah di desa masih ada,’’ urainya.

Politikus PKS ini tidak menampik jika pada 2011 lalu pihaknya sudah membahas di internal komisisnya terkait rencana merevisi perda tersbeut. Namun, kata dia, saat itu seorang anggota pansus UU Desa dari DPR RI menyampaikan bahwa UU tersebut bakal disahkan. Atas dasar itu, pihaknya menunggu sampai UU tersbeut benar-benar disahkan. Pertimbangannya, jika dilakukan revisi lebih awal pihaknya khawatir muatan dalam pasal tersebut bertentangan dengan UU di atasnya. ‘’Nanti akan kami agendakan membahas masalah ini,’’ katanya.

Maryoto mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi dan mengkaji tiga ayat dalam perda tersebut yang dinilai merugikan dan melanggar HAM, asal tidak menabrak aturan di atasnya. Tak hanya itu, pihaknya punya wacana penyusunan perda tentang pilkasun. ‘’Karena ada masukan dari PPDI (Persatuan Perangkat Desa Indonesia, Red) pilkasun digelar melaui tes, karena kalau pilihan memakan biaya. Ada informasi jika pilkasun butuh Rp 200 juta hingga Rp 400 juta, itu tidak lagi rasional,’’ tuturnya.

Bagimana jika ada pihak yang menggugat perda pilkades karena merasa haknya dibatasi? Maryoto menyatakan tidak mempermasalahkannya karena aspirasi dan kritik dari masyarakat akan ikut menyempurnakan perda tersebut. ‘’Tidak masalah (mengugat ke MK). Saya malah senang. Siapa saja boleh menkgritisi,’’ ucapnya.

Sementara, H Khoirul Anam Mukmin mengatakan, pasca perda tersbeut disahkan, ada jeda waktu untuk melakukan judicial review. Namun, hingga dua tahun tidak ada masukan, kritik, dan saran terkait perda tersbeut. ‘Saya akan mengawal terus sampai perda itu direvisi,’’ tegasnya. Radar Madiun
Admin
Terimakasih sudah berkunjung semoga tulisan yang ada di website ini bisa bermanfaat, komentar anda sangat kami harapkan.

0 komentar:

Posting Komentar